Hai! Kau pasti orang baru disini? Sudahkah kau mengenal Pak Pemburu? Kalau belum, biar aku arahkan kau menuju tempat tinggalnya.
Kau lihat belokan di ujung jalan sana? Iya. Yang itu. Kalau sudah sampai di depan belokan itu, berbeloklah. Mungkin jalann itu terlihat sepi. Tidak banyak orang yang memilih tinggal di belokan itu karena, kata mereka, tempat itu dekat dengan hutan. Mereka khawatir kalau suatu hari ada penghuni hutan yang ingin bertamu ke rumah mereka. Berbeda sekali dengan Pak Pemburu yang sangat senang menerima tamu. Siapapun. Termasuk hewan hutan, dan pastinya dia akan sangat senang menyambutmu.
Jangan berbelok ke belokan manapun setelah belokan pertama jika kau menemukannya karena tempat tinggal pemburu tidak berada disana. Kau hanya perlu terus melangkah dan terus melangkah sampai kau merasa disanalah tempat Pak Pemburu berada. Bagaimana kau tahu itu adalah tempat tinggal pemburu? Haha. Itu mudah. Saat kau merasa lelah dan rasanya tidak ada lagi tempat untuk singgah, disanalah tempat tinggalnya berada. Atau saat kau merasa bahagia dan tidak bisa menampung perasaan gembira itu sendiri, disanalah tempat tinggalnya berada. Atau saat kau merasa sendiri, sesungguhnya rumah Pak Pemburu sudah dekat.
Kalau kau sudah tiba di pagar rumahnya, jangan sungkan untuk memanggilnya. Tempat tinggal Pak Pemburu tidak memiliki bell atau semcamnya. Jadi, kau harus memanggilnya sendiri dengan suaramu. Tapi, dengan sedikit pujian tentunya. Misalnya “Pak Pemburu yang baik hati” atau “Pak Pemburu yang Ramah”. Dia pasti akan segera membukakan pintu untukmu. Bukan berarti ia tidak akan membukakan pintunya kalau tidak dipuji. Bukankah semua orang suka dipuji? Jadi, sering-seringlah memujinya.
Meskipun dia seorang pemburu, dia begitu ramah dan baik hati. Setelah dibukakan pintu, pasti kau diajak untuk berkeliling tempat tinggalnya yang sederhana. Dan pasti, dengan sangat bangga dia akan memperkenalkanmu pada seekor burung kenari berbulu keemasan yang tinggal dalam sangkar berlian. Kalau kau perhatikan, memang burung kenari itu memang memiliki sesuatu yang tidak biasa. Keindahan yag terpancar oleh bulu-bulu emasnya sebenarnya tidak terlalu istimewa. Ada burung kenari lain yang memantulkan sinar yang lebih berkilau dan indah daripada burung itu. Tapi, coba kau perhatikan bagaimana cara burung itu berjalan, melompat-lompat kecil, bercicit-cuit manis, dan tersenyum padamu denga cara yang tidak biasa. Ya, ia pasti akan membuatmu tersenyum. Ia terlihat begitu lucu dengan semua kesederhanaannya. Dan satu hal yang harus kau ketahui, ia sangat senang jika dipuji. Ia akan tersipu-sipu dan bercicit-cuit manja jika kau memujiya. Coba saja. Makanya, Pak Pemburu sagat mencintainya dan burung itu pun memiliki rasa cinta yang sama besarnya kepada Pak Pemburu.
Pak Pemburu menemukan burung ini sekitar 3 tahun yang lalu. Saat itu, burung ini sedang bermain bersama teman-temannya di hutan. Lalu, tidak sengaja Pak Pemburu menemukannya. Semua teman-temannya langsung pergi, tapi ia tidak. Ia tertarik dengan tatapan ramah Pak Pemburu. Ia tertarik dengan senyumnya yang hangat. Ia tidak pernah melihat ada manusia yang bisa tersenyum begitu ramah pada hewan hutan. Biasanya manusia datang dengan membawa barang-barang yang dapat merusak hutan. Tapi Pak Pemburu tidak. Mungkin ia membawa senapan, tapi jarang sekali ia gunakan. Biasanya ia gunakan senapan itu untuk berburu hewan buas. Ia tidak pernah menyakiti hewan-hewan yang berbuat baik kepadanya. Maka dari itu burung itu langsung menghampirinya dan bersedia menemani Pak Pemburu di rumahnya.
Well, kau sudah cukup mengenal Pak Pemburu? Kalau begitu, kau siap untuk cerita yang sesungguhnya.
~
Kau ingat burung kenari berbulu keemasan itu kan? Hari ini dan untuk entah berapa lama, ia akan sendirian di sangkarnya. Ya… tidak benar-benar sendirian sih. Ia masih bersama burung-burung kenari lainnya disana. Tapi, mereka semua tidak bisa satu hati dengannya. Ia juga tidak tahu kenapa. Ia jadi merasa kesepian tanpa kehadiran Pak Pemburu. Ia tidak lagi menatap mata ramahnya. Ia juga tidak lagi menikmati senyum tulusnya. Ia sebenarnya tidak ingin Pak Pemburu pergi. Tapi Pak Pemburu hanya tersenyum saat ia mengatakannya.
Ia terdiam sendiri di pojok sangkar berliannya. Ia mulai memahami kenapa ia tidak nyaman tanpa kehadiran Pak Pemburu. Karena tanpa kehadiran Pak Pemburu, tidak ada lagi yang menikmati keindahannya. Tidak ada lagi yang memujinya dan membuatnya merasa cantik. Tempat tinggal Pak Pemburu kosong, tidak ada siapapun selain ia dan burung kenari lainnya yang menganggapnya biasa, dan semua teman hewan Pak Pemburu.
Ia memerhatikan semua teman kenarinya. Saat Pak Pemburu pergi, mereka tidak lagi bersikap baik seperti saat Pak Pemburu ada disana. Mereka benar-benar berbeda. Kenari kecil pun menyadari ia berbeda dengan semua temannya. Ia tidak pernah berpura-pura menapakkan semua kebaikan yang ia lakukan di depan Pak Pemburu. Iya, mereka memang tidak seindah dirinya. Ia sadar sekali hal itu. Mereka tidak tersenyum seperti cara ia tersenyum. Mereka terlihat begitu berbeda. Bulu-bulu emasnya memang indah, tapi tidak terawat. Mereka bercicit-cuit dengan nada yang tidak bagus dan dengan kata-kata yang tidak baik. Mereka melompat kesana-kemari dengan umpatan di mulutnya.
Burung kenari itu pun semakin sedih di sangkar emasnya. Tiba-tiba salah satu kenari berhasil membuka pintu sangkar berlian. Semua kenari tertawa terbahak-bahak dan kemudian satu per satu pergi meninggalkan sangkar berlian. Sebelum satu kenari terakhir pergi, ia melirik pada kenari kesayanga Pak Pemburu yang terlihat begitu sedih pojok sangkar.
“Hei, kamu tidak mau keluar?” tanyanya.
Kenari itu mengangkat pandangannya. Tampak keraguan di wajahnya.
“Mau tidak?”
Sejujurnya, ia sagat ingin keluar. Ia ingin kembali ke keluarganya di hutan. Mungkin keluar sebentar tidak apa-apa. Nanti ia kembali lagi. Tapi, Pak Pemburu pun bisa kembali sewaktu-waktu. Ia tidak ingin Pa Pemburu kecewa karena ia tidak berada di kandangnya. Merusak kepercayaan Pak Pemburu padanya.
“Hei!”
“Aku…” kenari itu terbata
“Apa sih yang kamu pikirkan?”
“Memangnya… kenapa kalian pergi?” Tanya kenari itu.
“Ha…” kenari yang bertanya pertama kali melenguh. “Memangnya kamu tidak bosan berada di kandang setiap hari selama bertahun-tahun? Berpura-pura bersikap manis dan lucu setiap hari agar Pak Pemburu meyayangi dan memujamu? Oh… Ayolah…”
“Tapi… aku tidak pernah berpura-pura…”
“Ah! Tidak mungkin. Tidak mungkin kamu tidak lelah selalu menjadi baik! Tidak mungkin kamu mau terus berada dalam sangkar ini. Meskipun sangkar ini berlian, kita tetap seekor kenari hutan yang ingin bebas. Kamu pasti juga merindukan keluargamu kan?”
Kenari kecil itu tidak menjawab. Hatinya gamang.
“Kamu mau ikut atau tidak?”
“Tapi… kalau Pak Pemburu tahu…”
“Kita bisa kembali sesegera mungkin. Pak Pemburu tidak akan tahu. Dia kan sedang pergi. Tenang saja!”
“Tapi… dia bisa kembali sewaktu-waktu. Dan kalau dia tahu kita tidak ada di sangkar, dia pasti kecewa,” kenari itu semakin sedih.
“Kita tinggal meminta maaf kan kepada Pak Pemburu. Ah, kamu ini! Jangan sok suci begitu! Kita semua disini sama saja!”
“Tapi…”
“Kamu ingin pulang ke keluargamu kan?”
“Tapi…”
“Kamu juga ingin kembali bermain bersama teman-temanmu kan?” kenari itu semakin gencar memaksa.
“Iya… tapi…”
“Ah! Sudah! Aku malas berbicara denganmu!”
Lalu burung kenari itu terbang meninggalkan kenari kesayangan Pak Pemburu dalam kegamangan. Ia
termenung di pojok sangkar sambil terisak sedih. Sedih karena gamangnya, sedih karena ia rindu keluarganya, sedih karena ia ingin bertemu teman-temannya. Lama kenari itu menangis sendiri di sangkarnya. Teman-teman hutan lain di tempat itu hanya bisa menatapnya dengan sedih. Mereka sendiri merasakan kesedihan yang sama dengan burung kecil itu.
Sebelum matahari benar-benar tenggelam, kenari-kenari yang tadi pergi satu persatu kembali ke sangkar. Mereka kembali dengan wajah ceria dan gembira. Benar, mereka kembali sebelum Pak Pemburu pulang. Kenari kecil yang bersedih semakin sedih.
“Apa aku bilang! Kamu sih tidak mau percaya!” kata kenari yang tadi pergi terakhir meninggalkannya.
Kenari kecil itu merasa semakin sedih. Ada sedikit sesal dalam hatinya. Tapi ia tidak ingin berkhianat kepada Pak Pemburu. Ia tidak ingin menodai kecintaannya pada Pak Pemburu dengan meninggalkan sangkar dan membuatnya kecewa. Tapi, ya… ia masih seekor kenari yang ingin kembali bebas. Ia masih seekor kenari yang merindukan keluarga dan teman-temannya. Kenari kecil itu berusaha mencari kebenaran dalam hatinya. Tapi ia tidak menemukan apa-apa selain pembenaran-pembenaran yang membuatnya semakin terjebak dalam pikiranya sendiri.
~
Yah, begitulah cerita tentang burung kenari yang ingin aku ceritakan padamu. Memang tidak mudah untuk bertahan dalam sesuatu yang kita anggap baik. Selalu saja ada godaan yang akan menjatuhkanmu. Apa kau tahu? Aku sering bertemu kenari-kenari seperti ini. Sangkarnya tidak hanya terbuat dari berlian. Bisa terbuat dari batu bata dan berbentuk sebuah pesantren. Bisa juga sebuah rumah dengan lantunan ayat suci di dalamnya. Kenari-kenari ini ada dimana-mana. Kau pun bisa mengamatinya kalau kau melihat dengan hatimu.
Kau pun bisa menjadi kenari-kenari itu suatu hari nanti. Kau tinggal memilih, kenari mana yang akan kau jelmai?
Selamat menjadi kenari. Jangan sungkan untuk berkunjung ke rumah Pak Pemburu lagi, ya. Aku pasti sangat senang menyambutmu kembali. Apa? Kau bertanya siapa aku? Ah, namaku tidak penting. Tapi satu yang bisa kau ingat. Aku selalu berada disisimu. Tidak terlalu jauh untuk kau rengkuh, tapi tidak juga terlalu dekat untuk kau peluk. Hm… bagaimana? Sudah mengenalku?
Baiklah baiklah. Kau ingin segera pulang kan? Kalau begitu sampai jumpa.
Ssstt… sayap kenarimu mulai tumbuh!
28th august 2011
1.13 am
Untuk semua kenari…